• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Jet Pribadi, Antara Gratifikasi dan Nebeng

Administrator  • 2024-09-19 21:24:52

Jet Pribadi, Antara Gratifikasi dan Nebeng Kaesang Pangarep Bersama kuasa hukum dan juru bicara saat di Gedung KPK. (dok/ist)

TANPA ada informasi sebelumnya kepada awak media, tiba-tiba saja Kaesang Pangarep mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, didampingi kuasa hukum dan juru bicaranya, Selasa (17/9/2024) lalu.

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut bertujuan untuk mengklarifikasi kepergiannya ke Amerika Serikat bersama sang istri, Erina Gudono, menggunakan jet pribadi yang membuat heboh di media sosial maupun mainstream.

Kepergian putra bungsu Presiden Jokowi ke Amerika Serkat tepat seulan lalu menggunakan alat transportasi mewah tersebut dituding sebagai gratifikasi mengingat dia adalah anak presiden. Selain mengklarifikasi atas isu yang berkembang di masyarakat, Kaesang juga bermaksud meminta arahan dan nasihat dari embaga antirasuah tersebut.

Terlepas dari bagaimana sesungguhnya cerita penggunaan jet pribadi tersebut, namun kedatangan Kaesang ke KPK layak kita apresiasi. Ke depan, hal seperti ini layak dicontoh oleh para  hingga istri/suami, anak, menantu mereka yang tengah menghadapi tudingan gratifikasi. Apalagi kalau sampai membikin heboh di masyarakat.

Sebelumnya, pada Rau (11/9/2024) lalu, Ketua KPK Nawawi Pomolango menyatakan bawa pihaknya pasti akan memanggil Kaesang. Namun saat itu dia belum melayangkan surat pemanggilan. Hal itu karena tim Direktorat Penerimaan Layanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK masih menelaah aduan dugaan gratifikasi yang dilakukan Kaesang.

Kedatangan Kaesang ke KPK memang layak diapresiasi. Ibaratnya, jika tidak merasa salah, mengapa harus takut? Atau bahkan jika itu pada akhirnya dinyatakan KPK sebagai gratifikasi. Setidaknya Kaesang sudah memenuhi ketentuan perundang-undangan menyangkut pelaporan gratifikasi.

Seperti tercantum dalam Pasal 12B ayat (1) dan Pasal 12C ayat (1) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebut, gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara akan dianggap suap jika penerima tidak melaporkan gratifikasi itu ke KPK.

Kemudian pada  Pasal 12C ayat (2) disebutkan, pelaporan harus dilakukan paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima. Pihak Kaesang mengungkapkan keberangkatan menggunakan jet pribadi ke AS terjadi pada 18 Agustus lalu. Artinya, hanya tersisa satu hari kerja sebelum tenggat pelaporan berakhir.

Persoalan pun menjadi rumit dan debatable. Masih diperdebatkan, mengingat Kaesang bukan pegawai negeri dan bukan pejabat negara, juga bukan petinggi BUMN. Bagi pihak yang berpegangan semata-mata pada aturan secara apa adanya, maka Kaesang bukan penyelenggara negara, bukan pejabat, sehingga Kaesang tidak memenuhi unsur untuk diproses lebih lanjut, 

Tapi bagi pihak yang menafsirkan aturan tidak semata-matayang tertulis, namun dilihat juga konteknya, maka boleh jadi apa yang dlakukan Kaesang memenui unsur-unsur gratifikasi. Kaesang memang bukan penyelenggara negara. Dia juga bukan pejabat, bukan pula aparatur sipil negara atau petinggi BUMN. 

Akan tetapi, sebagai putra Presiden RI, fasilitas yang diterimanya belum tentu terbebas dari dan pengaruh ayahnya. Itu sebabnya, klarifikasi sebaiknya atau bahkan perlu dilakukan. Dalam hal ini, ada dugaan fasilitas transportasi mewah tersebut diberikan karena yang bersangkutan adalah anak Presiden Jokowi.

Ketika perdebatan tentang apakah itu masuk dalam kategori gratifikasi atau tidak, pihak Kaesang melalui juru bicaranya di gedung KPK mengungkapkan bahwa kepergian mereka ke Amerika Serikat menggunakan pesawat jet pribadi hanya nebeng alias menumpang pesawat milik seorang teman. Jadi Kaesang tidak keluar biaya untuk sewa jet pribadi itu, karena hanya nebeng.

Kini masyarakat berharap KPK bisa menyelesaikan persoalan rumit ini. Apakah pemnggunaan jet pribadi itu masuk gratifikasi atau tidak, dana apakah alas an nebeng itu rasional atau tidak. Perlu pembuktian secara ilmiah dan factual. Masyarakat tentu hanya bisa berharap, KPK bisa bekerja secara professional, tidak terkooptasi oleh kepentingan kelompok tertentu. Semoga. (nm)

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.