• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

TikTok Shop Dibatasi Apa Dampaknya

Administrator  • 2024-05-06 19:53:06

TikTok Shop Dibatasi Apa Dampaknya Sumber: Escape

Sejak kelahiran platform media sosial TikTok budaya hiburan dan komunikasi semakin berubah. Tak ayal perkiraan dari awal bahwa media ini sebatas "wadah gelak tawa" semua meleset, bahkan jauh daripada itu TikTok menjadi surga meraup pundi keuntungan ekonomi. UMKM terkena dampak, sepi dan akhirnya gulung tikar.

Pemerintah tidak tinggal diam dengan melarang juala di TikTok. Dilarangnya Tiktok Shop beroperasi di Indonesia dengan segera menimbulkan kontroversi. Sekadar disclaimer, yang saya maksud Tiktok Shop di sini adalah versi ‘kemarin’, karena mungkin saja di masa depan bisa beroperasi lagi dengan versi yang disesuaikan.

Seketika ramai tanggapan berbagai pihak atas aturan tersebut. Ada yang mendukung dengan anggapan sikap ini merupakan bentuk pembelaan pemerintah terhadap pengusaha mikro kecil menengah (UMKM), terutama sektor retail yang tergusur Tiktok Shop.

Namun pihak yang kontra justru mempertanyakan karena klaimnya ada enam jutaan individu atau UMKM juga menyandarkan penghasilan dari Tiktok Shop. Merebak juga dugaan langkah ini untuk menyelamatkan marketplace yang semakin tergeser.

Di masa sebelumnya, marketplace-lah yang ditengarai sebagai sektor yang menggerus retail. Namun kini giliran mereka yang tergeser tren penjualan daring via Tiktok. Bagaimanapun, setiap keputusan selalu memiliki ruang pro dan kontra.

Lalu kepada siapa kita seharusnya berpihak?

Pastinya bukan pada satu institusi atau legalisasi, tapi esensi dan peluang masa depan yang lebih baik untuk rakyat. Kita harus melihat gambaran besarnya, kepentingan jangka panjang, bukan terpicu reaksi sporadis semata.

Sah saja jika pemerintah membuat aturan sebagai sebuah pembelaan. Pemerintah memang harus berpihak, utamanya pada rakyat dan kepentingan lebih besar.

Dalam bahasa hukum ada istilah affirmative action, yaitu hukum berpihak pada kelompok yang tidak diuntungkan secara struktural. Maka ketika terjadi kemajuan dan perubahan, pemerintah harus memastikan semua lapisan ikut maju bersama dan menyesuaikan diri.

Pemerintah berkewajiban membantu siapa pun yang terdampak untuk bangkit dan gegas beradaptasi hingga bisa mengikuti laju perkembangan. Sebab, sebuah pembelaan sejatinya tidak mungkin malah menghambat kemajuan.

Pemerintah sudah bertindak tepat saat Gojek, Grab, Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan lain-lain pertama muncul. Masyarakat masih berharap pemerintah juga akan mengambil langkah-langkah bijak dan strategis serupa untuk kemaslahatan rakyat di masa depan.

Bayangkan jika dulu ketika mobil ditemukan, pemerintah setempat memutuskan melarang kendaraan roda empat itu diproduksi semata-mata agar para peternak kuda tidak kehilangan lahan.

Bayangkan ketika mesin uap ditemukan, penemuan ini dilarang dengan kekhawatiran bahwa tenaga uap kelak akan menyisihkan ribuan pekerja.

Bayangkan ketika telepon genggam ditemukan, para pemilik wartel dan warnet lantas memprotes keras karena kehilangan pelanggan. Barangkali sampai saat ini kita masih harus ke warnet untuk interlokal.

Jika dulu mesin uap dilarang dan revolusi industri kandas hanya karena pemegang kebijakan pada masanya berpikir banyak rakyat akan kehilangan pekerjaan, maka dunia akan mundur beberapa abad.

Di awal 2000-an, sempat ada aturan yang melarang Internet Telephony atau Voice over Internet Protocol (VoIP). Padahal dengan VoIP, masyarakat umum bisa berhubungan via telepon gratis tanpa membayar pulsa.

Jutaan rakyat bisa merasakan nikmatnya berkomunikasi jarak jauh tanpa biaya. Rakyat bisa menghemat triliunan. Namun, jika VoIp diizinkan beroperasi sebebas-bebasnya maka banyak operator telepon yang niscaya gulung tikar.

Bertahun kemudian, setelah Blackberry, Iphone, dan lain-lain pada 2019 Whatsapp rilis. Awalnya hanya chat messenger yang mengeliminasi SMS.

Lalu lama-kelamaan bukan pesan teks saja, tetapi juga audio dua arah yang akhirnya menghilangkan penggunaan pulsa untuk telepon. Berikutnya berkembang hingga video call. Bagi bisnis pulsa, WA jauh lebih mematikan.

Lalu apakah operator gulung tikar? Sebaliknya, jika dulu operator cuma mengandalkan penghasilan dari pulsa, ternyata saat kebanyakan tidak lagi membeli pulsa, operator beradaptasi dengan berjualan paket data dan bisnis mereka tetap menguntungkan.

Artinya, jika manusia (baca: individu, pengusaha juga pemerintah) sanggup menerima perubahan, maka apa yang semula terlihat sebagai ancaman mungkin malah menjelma peluang menjanjikan di masa depan.

Hal yang sama terjadi ketika telepon genggam mendunia, satu per satu warnet tumbang dan berguguran, para pemilik usaha terkait kemudian menemukan cara baru berpenghasilan. Dan kini kita hidup lebih nyaman dalam berkomunikasi.

Begitu juga dengan peternak kuda dan para petani dulu, semua yang tertampar perubahan akhirnya mampu bertahan dan menemukan cara menyesuaikan diri bahkan membuat terobosan bermanfaat dan membuka pintu-pintu peluang.

Benarlah, mereka yang bertahan hidup bukan yang cuma mengandalkan kekuatan melainkan yang paling mampu beradaptasi.

Maka menjadi tugas penting pemerintah menyikapi kontroversi yang sedang terjadi saat ini untuk memastikan dan membuktikan pada rakyat, aturan baru yang berdampak langsung pada Tiktok Shop dan penjual serta pelanggannya, berpihak pada rakyat, masa depan, dan bukan sebaliknya.

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.