• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Tak Ada Pintu Keluar Warga Gaza

Administrator  • 2024-05-03 21:20:18

Tak Ada Pintu Keluar Warga Gaza Sumber: Detik Finance

Warga Palestina menunggu untuk menyeberang ke Mesir melalui penyeberangan perbatasan Rafah di Jalur Gaza, 16 Oktober 2023.
Mesir, Jordania, dan negara-negara Arab lainnya menolak banjirnya pengungsi Palestina ke negara mereka. Alasan utama adalah Israel akan menduduki dan menguasai penuh tanah Palestina yang ditinggalkan sehingga bangsa Palestina akan betul-betul kehilangan tanah air mereka. Itu sudah terjadi berulang kali.

Alasan lain, kompleksitas masalah sosial-ekonomi-politik terhadap negara tuan rumah yang menampung pengungsi. Kemah-kemah pengungsi di Timur Tengah sudah kewalahan menangani pengungsi Suriah dan juga pengungsi Palestina yang sudah beberapa generasi tidak bisa kembali ke Palestina sejak pengusiran oleh Israel (Nakba tahun 1948), Perang Enam Hari tahun 1967, dan Perang Yom Kippur tahun 1973.

Mesir berbatasan dengan wilayah Palestina di Jalur Gaza, Jordania berbatasan dengan Tepi Barat. Mesir dan Jordania sejak awal menolak masuknya pengungsi Palestina. Terlebih Jordania juga masih terbebani dengan keberadaan pengungsi Palestina di negerinya.

Penolakan pemimpin Mesir dan Jordania berakar pada keyakinan bahwa Israel akan mengusir orang Palestina secara permanen sehingga tidak akan lagi mengajukan klaim kemerdekaan atas tanah Palestina karena sudah berada di luar wilayahnya. Sisi menambahkan, adanya risiko kelompok militan menyusup dalam rombongan pengungsi menjadi ancaman keamanan di Semenanjung Sinai. Tindakan tersebut dapat membahayakan hubungan damai Israel-Mesir yang sudah berjalan 40 tahun.

Sepanjang sejarah Israel-Palestina, terjadi berulang-ulang pengusiran dan pengungsian bangsa Palestina. Pada perang Arab-Israel tahun 1948, sebanyak 700.000 atau lebih dari 90 persen penduduk Palestina diusir dari rumahnya oleh Israel dalam peristiwa Nakba (bencana). Mereka pun mengungsi ke Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Jordania.

Selanjutnya, dalam Perang Enam Hari pada 1967, sebanyak 700.000 orang Palestina kembali diusir dari wilayah yang diduduki militer Israel. Sebagian besar dari mereka menjadi pengungsi, terutama ke Jordania. Para pengungsi Palestina dan keturunannya sekarang hampir mencapai 6 juta jiwa. Mereka tersebar di kemah pengungsi di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Sebanyak 300.000 orang berada di kemah pengungsi di Jordania.

Selanjutnya, diaspora Palestina tersebar dari kemah pengungsi tersebut ke sejumlah negara Teluk, meliputi Arab Saudi, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Oman, bahkan ke negara–negara Barat. Salah satu keturunan diaspora Palestina bahkan menjadi presiden di El Salvador, yakni Nayib Bukele.

Sesudah Perang Arab–Israel tahun 1948, Israel melarang pengungsi Palestina kembali ke rumah-rumah mereka. Selanjutnya, dalam sejumlah perundingan, Israel menolak kembalinya pengungsi Palestina karena akan mengganggu keseimbangan jumlah penduduk dengan mayoritas penduduk bangsa Yahudi di tanah Israel yang dirampas dari bangsa Palestina.

Pemerintah Mesir khawatir peristiwa serupa terulang. Pengungsi Palestina dari Jalur Gaza akan menjadi penghuni permanen di Mesir karena tidak diizinkan kembali ke tanah Palestina.
Israel menegaskan rencana untuk menghabisi kelompok Hamas karena serangan yang dilancarkan Hamas ke selatan di wilayah pendudukan Israel. Namun, belum ada kejelasan kapan serbuan itu dilancarkan. Dikhawatirkan Israel akan menambah wilayah pendudukan yang kemudian memicu perlawanan dan berkepanjangan.

Militer Israel menjanjikan, pengungsi Palestina yang meninggalkan wilayah utara Gaza akan diizinkan kembali setelah operasi militer terhadap Hamas berakhir. Mesir tidak percaya pada janji-janji Israel. Menurut Presiden Sisi, operasi militer Israel bisa berjalan lebih dari setahun. Selain itu, pengungsi Palestina lebih baik ditempatkan sementara di Gurun Negev di sebelah Jalur Gaza.

”Orang Palestina akan kehilangan klaim atas tanah dan kemerdekaan jika mereka meninggalkan wilayahnya. Padahal, itu adalah alasan utama perjuangan Palestina dan bangsa-bangsa Arab,” kata Sisi.
Di wilayah Negev yang diduduki Israel, banyak terdapat perkebunan dan pertanian kolektif (kibbutz) yang dapat menopang ekonomi kawasan. Selama ini, penduduk Palestina juga bepergian dari Jalur Gaza ke Tepi Barat melalui akses khusus di wilayah Negev.

Sementara Pangeran Faisal bin Khalid, Sekretaris Dua Misi Tetap Arab Saudi di Perserikatan Bangsa-Bangsa, menegaskan perlunya semua sanksi dan blokade atas Jalur Gaza dibuka. Laman Arab News, Selasa (17/10/2023), melaporkan, Khalid menyampaikan hal itu dalam rapat pleno di Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat, yang membahas kedaulatan permanen bangsa Palestina di tanah pendudukan.

Arab Saudi menyerukan segera dicapainya gencatan senjata di Gaza, mengecam perang yang menarget warga sipil, sekaligus menolak seruan ”deportasi Palestina dari Gaza”. Pendudukan Israel yang masih berlangsung terhadap tanah Palestina, berikut provokasi ”berulang dan sistematis” terhadap tempat-tempat suci, menyebabkan konflik berkepanjangan.

Pangeran Faisal berbicara senada dengan perwakilan Jordania sebagai wakil negara Arab, Oman mewakili negara-negara Teluk, Kuba sebagai wakil Kelompok 77, dan China.
”Perjuangan Palestina dulu dan sekarang masih menjadi perjuangan bersama bangsa Arab dan masyarakat Muslim di seluruh dunia. Palestina adalah prioritas dalam politik luar negeri Arab Saudi,” kata Pangeran Faisal. Dia mengecam pihak yang tidak mendukung usulan Solusi Dua Negara, yakni Israel dan Palestina, sebagai langkah penyelesaian damai konflik dan pendudukan Israel di Palestina.

Sejauh ini Mesir telah menekan Israel untuk membuka akses bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Israel menyambut dengan menyatakan akan mengizinkan pengiriman bantuan melalui gerbang perbatasan Rafah, tetapi belum menetapkan waktunya.

Pemerintah Mesir hingga kini masih menghadapi persoalan ekonomi dengan keberadaan 9 juta pengungsi dan imigran. Jumlah tersebut mencakup 300.000 pengungsi dari Sudan yang melarikan diri dari perang saudara tahun ini. Orang Palestina akan kehilangan klaim atas tanah dan kemerdekaan jika mereka meninggalkan wilayahnya. Padahal, itu adalah alasan utama perjuangan Palestina dan bangsa-bangsa Arab.
Negara–negara Arab dan Palestina meyakini, Israel akan menggunakan modus sama seperti di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur untuk memperbanyak jumlah penduduk Yahudi sehingga menjadi mayoritas di tanah pendudukan.

Kecemasan bangsa-bangsa Arab semakin besar karena Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahan ekstrem kanan mengatakan hendak mengusir bangsa Palestina. Sejak serangan Hamas pekan lalu, wacana yang disampaikan Netanyahu semakin mengemuka, diperkuat para politisi sayap kanan Israel dan komentator media yang menggagas bumi hangus Jalur Gaza. Ada anggota parlemen Israel (Knesset) yang bahkan menyebut ”Nakba Kedua” di Jalur Gaza.

Pemerintah Mesir selama ini sudah mendukung blokade Israel terhadap Jalur Gaza sejak Hamas menguasai wilayah tersebut tahun 2007. Mesir mengawasi ketat arus lalu-lintas barang dan manusia di perbatasan Mesir-Jalur Gaza. Aparat Mesir juga menghancurkan jaringan terowongan yang digunakan kelompok Hamas dan penyelundup dari Palestina.

Presiden Sisi mengatakan, perjanjian damai Israel-Mesir bisa berantakan jika kelompok militan di Palestina menyusup dan beroperasi di perbatasan Mesir–Israel. Jika itu terjadi, Israel akan menggunakan dalih membela diri dan menyerang ke wilayah Mesir. 

Dalam laman Stepfeed tahun 2016, disebutkan 10 kemah pengungsi terbesar di Timur Tengah, yakni Za’atari di Jordania dengan 80.000 pengungsi Suriah, Azraq di Jordania dengan 32.000 pengungsi Suriah, Kilis Oncupinar di Turki menampung 14.000 pengungsi, dan Shatilla di Lebanon menampung pengungsi Palestina sejak 1949 hingga kini dihuni sekitar 40.000 orang.

Kemah khusus pengungsi Palestina tersebar di Yarmuk, Suriah, yang sejak tahun 1957 menampung 148.500 jiwa, Jabalia di Jalur Gaza menampung 110.000 jiwa, Kamp Baka’a di Jordania sejak tahun 1968 menampung 119.000 jiwa, Kamp Rafah di Jalur Gaza sejak tahun 1949 menampung 104.000 jiwa, Kamp Amman Baru dihuni 57.000 jiwa sejak tahun 1955, Ain El Helweh di Lebanon sejak 1948 dihuni 54.116 jiwa, dan Kamp Marka di Jordania sejak tahun 1968 yang dihuni 53.000 jiwa.

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.