• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Senjakala Demokrasi Kita

Administrator  • 2024-05-03 21:27:56

Senjakala Demokrasi Kita Sumber: CNBC Indonesia

Pada 12 September 2023 Levitsky dan Ziblatt menerbitkan buku yang merupakan kelanjutan dari How Democracies Die, berjudul Tyranny of the Minority. Pada buku itu mereka memperlihatkan kerusakan demokrasi lebih dalam akibat kaum otokrat yang bersekutu dengan sekelompok kecil oportunis kekuasaan membentuk sistem pemerintahan tiranik dan memunculkan kebijakan elitis dan antikesejahteraan.

Pelan-pelan mereka memperlemah lembaga hukum dan mengambil untung ekonomis pada model regulasi oligarkis/monopolis, dan menjauhkan esensi pemilu pada terwujudnya demokrasi kesejahteraan.

Kiranya apa yang digambarkan Levitsky/Ziblatt seperti memberikan cermin tentang situasi pemerintahan Joko Widodo pada akhir-akhir ini. Mereka memang sama sekali tidak menjadikan sosok Jokowi sebagai 'otokrat', tapi memberikan gambaran yang sangat replikatif bahkan ikonik untuk kasus pembusukan demokrasi yang terjadi di Indonesia pascareformasi 1998 ini.

Titik kulminasinya ialah keputusan MK No 90/PUU-XXI/2023 yang aneh, baik dari sisi formal maupun etika konstitusionalitasnya, yang mengalami kecacatan nyata, termasuk adanya konflik kepentingan yang nyata. Bagaimana keputusan yang melahirkan empat dissenting opinion hakim konstitusi itu, tetap memuluskan jalan dari sang paman kepada keponakan agar mendapatkan peluang kandidasi sebagai calon wakil presiden.

Frasa sakti dari lembaga yang selama ini dihormati sebagai penjaga konstitusi itu 'kecuali berpengalaman sebagai kepala daerah', mampu membuat Pasal 169 huruf q UU Pemilu (UU No 7/2017) rungkad tak berdaya. Selama ini UU Pemilu itu telah mengalami tebasan dari putusan judicial review MK puluhan kali, tapi tidak ada yang seberdarah ini.

Memang seperti argumentasi yang digunakan bahwa batasan umur 40 tahun bukan sebuah parameter universal karena di beberapa negara memberlakukan batasan minimum 35 tahun seperti di Polandia, Angola, Bangladesh, Austria, atau Meksiko. Namun, norma hukum itu telah diberlakukan jauh hari ketika belum ada kasus yang terjadi. Referensi hukum dihadirkan untuk tiang keadilan, bukan sebagai tali kepentingan.

Putusan MK itu menjadi bukti untuk mengubah norma hukum dengan cepat atas Undang-Undang Pemilu, padahal tahapan sudah berlangsung. Etika hukum dan demokrasi apa yang bisa digunakan untuk menyebutkan kasus itu bisa tegak sebagai pilihan demokrasi, alih-alih guillotine bagi demokrasi prosedural?

Sikap Jokowi sebagai otokrat terlihat sekali pada kasus ini. Hal ini tidak bisa dianggap keniscayaan demokrasi, seperti pernyataan Prabowo pascaputusan MK dan mengambil 'untung konstitusional' untuk meminang Gibran sebagai cawapresnya. Ada unsur cawe-cawe Presiden atas keputusan ini sehingga memunculkan rasa putus asa pendukung Jokowi yang kini pelan-pelan mulai pamit, termasuk aktivis demokrasi dan 98.

Legasi yang cukup baik ditinggalkan Jokowi melalui proyek prestisius infrastruktur (jalan tol, interkoneksi transportasi, dan IKN) akhirnya harus luruh oleh politik pelemahan daulat hukum dan konstitusi di akhir masa jabatannya.

Meskipun upaya nepotisme dan dinasti politik ini belum tentu berhasil, kita berharap demokrasi tidak semakin mengalami pendarahan. Karena jika demokrasi Indonesia sampai mati, akan menyisakan kekecewaan mendalam bagi para pejuangnya dan kekelaman obituari bagi para perintisny

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.