• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Menunggu Ketegasan Dewas KPK

Administrator  • 2024-05-24 16:15:09

Menunggu Ketegasan Dewas KPK Komisioner KPK Nurul Gufron. (dok/ist)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) terus dirundung masalah. Lembaga antirasuah yang menjadi harapan publik demi dibersihkannya negeri ini dari penyakit korupsi, kini justru menjadi sorotan masyarakat karena persoalan internal. Hal ini tentu kontraproduktif terhadap harapan masyarakat untuk memberantas korupsi di Indonesia sampai ke akar-akarnya.

Kasus terakhir yang bikin heboh adalah ulah komisioner KPK Nurul Gufron, yang disinyalir melakukan pelanggaran etik dalam proses mutasi pegawai di Kementerian Pertanian (Kementan). Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah beberapa kali memanggil yang bersangkutan untuk klarifikasi atas isu tersebut, namun Ghufron selalu tidak hadir. 

Harusnya dia sebagai unsur pimpinan lembaga penegak hukum, memenuhi panggilan itu. Justru forum klarifikasi itu bisa menjadi ajang pembelaan bagi dia bahwa dia tidak bersalah. Tetapi bukan saja mangkir dari panggilan Dewas, Ghufron bahkan mengambil langkah-langkah frontal. Dia melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) serta mengajukan uji materi terhadap peraturan Dewas KPK ke Mahkamah Agung (MA). Bukan itu saja, Gufron juga melaporkan Dewas ke Bareskrim Polri.

Secara objektif, memang apa yang dilakukan Gufron merupakan hak dia secara pribadi untuk membela diri. Sah-sah saja sebagai warga negara dia menempuh jalur itu. Hanya saja sebagai pimpinan KPK, seyogyanya dia memberikan contoh yang baik kepada masyarakat untuk mematuhi aturan-aturan hukum yang ada, bukan dengan main petak umpet dengan membawa-bawa instansi lain, yang membuat publik makin bertanya-tanya, ada apa sebenarnya dengan pimpinan KPK tersebut. 

Ini makin mengesankan bahwa lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi itu tidak berdaya terhadap anggotanya sendiri. Pimpinan yang mestinya menjadi panutan dalam upaya menyapu korupsi, justru mempertontonkan ketidakpatuhan terhadap aturan internal KPK sendiri. Terbukti Dewas yang notabene lembaga pengadil etik, tidak berdaya menghadapi anggotanya sendiri. 

Kita tentu layak kecewa terhadap perseteruan yang terjadi antara Dewas KPK dengan Gufron. Bahkan lebih dari itu, kita kecewa melihat ketidakberdayaan Dewas atas pembangkangan yang dilakukan Gufron. Seakan-akan dengan tidak hadirnya Gufron dalam sidang etik, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang menjadi tidak bisa diproses. 

Ini tentu tidak boleh terjadi. Jangan sampai menghadapi pimpinan KPK yang pengecut tidak berani menghadapi persidangan etik, membuat Dewas menjadi pengecut pula. Mestinya langkah Gufron melayangkan gugatan ke PTUN, lalu mengajukan uji materi terhadap peraturan Dewas KPK ke MA, serta melaporkan Dewas ke Bareskrim Polri, tidak menghalangi menghadiri sidang kode etik Dewas KPK. Persidangan harus tetap berjalan, bila perlu secara in absentia.

Sekali lagi, rakyat ingin agar pimpinan KPK adalah orang-orang yang berintegritas tinggi, bukannya pengecut yang lihai berkilah saat berurusan dengan hukum. Tokh undangan untuk hadir sudah beberapa kali dilayangkan. Perilaku Gifron tak ubahnya seperti para terduga atau tersangka korupsi yang selama ini kerap menghindar dari panggilan KPK dengan beragam dalih.

Ketegasan Dewas KPK dalam menyelesaian kasus ini, sedikit banyak akan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Sebaliknya bila Dewas diam saja dan membiarkan masalah ini berlalu begitu saja, tentu akan semakin menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Para pejabat atau pegawai KPK yang tidak lagi mengindahkan etika, sudah semestinya tidak lagi menghuni institusi ini. Seperti kata pepatah, bila hendak menyapu kotoran, janganlah menggunakan apu yang kotor. Semoga. (nm)

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.