• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Jangan Asal Debat Politik di Kampus

Administrator  • 2024-05-04 00:10:56

Jangan Asal Debat Politik di Kampus Sumber: Tempo.co

Masa kampanye Pemilihan Umum 2024 baru akan dimulai pada akhir November mendatang. Namun sejumlah pegiat pendidikan dan pemerhati pemilu sudah mulai waswas. Putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan kampanye di tempat pendidikan dikhawatirkan bakal menjadi celah politisasi di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi untuk kepentingan elektoral. Kampus dan institusi pendidikan lainnya tak hanya harus netral, tapi juga imparsial.

Kampanye di tempat pendidikan, baik sekolah maupun perguruan tinggi, bisa mencederai prinsip tersebut. Yang bikin khawatir tidak hanya pada urusan penggunaan fasilitas pendidikan, tapi juga kampanye di kampus bakal semakin membuka ruang terjadinya transaksi politik antara politikus dan pimpinan perguruan tinggi. 

Putusan MK adalah putusan perkara Nomor 65/PUU-XXI/2023. Dibacakan pada Selasa pekan lalu, putusan ini mengubah isi Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Mulanya, pasal tersebut menyatakan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. MK, dalam putusannya, mengubah pasal tersebut dengan menambahkan frasa "kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu".

Frasa pengecualian tersebut sebelumnya tertuang pada bagian penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu. Bagian penjelasan inilah yang mulanya dipersoalkan oleh pemohon karena menimbulkan ketidakpastian hukum. Materi Pasal 280 ayat 1 huruf h dengan tegas melarang penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk kegiatan kampanye. Namun bagian penjelasan justru mengatur adanya pengecualian. 

Para pemohon sebetulnya juga menilai dibolehkannya kampanye di tempat pendidikan akan berpotensi melahirkan pemilu yang membelah institusi pendidikan. Mereka menilai kampanye akan mencederai sistem pendidikan yang tujuan pokoknya adalah mencerdaskan kehidupan seluruh rakyat. Karena itu, pemohon meminta agar penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf h dihapuskan untuk memberikan kepastian hukum. 

MK sependapat dengan pemohon bahwa penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf h menimbulkan ambiguitas. Penjelasan pasal tersebut dinyatakan inkonstitusional. Namun majelis hakim konstitusi justru memindahkan frasa pengecualian pada bagian penjelasan ke materi Pasal 280 ayat 1 huruf h. "Mahkamah menyadari, dalam konteks kampanye pemilu, fasilitas pemerintah atau tempat pendidikan masih mungkin untuk digunakan," demikian yang tertulis dalam bagian pertimbangan hukum putusan MK yang dibacakan pada 15 Agustus lalu. 

Politisasi kampus lewat pimpinan perguruan tinggi beberapa tahun terakhir semakin marak, terutama di universitas negeri. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, mempunyai saham 35 persen dalam penentuan rektor di kampus negeri.

Karena itu, khawatir diperbolehkannya kampanye di tempat pendidikan hanya akan menguntungkan peserta pemilu—baik partai politik maupun calon presiden—yang dekat dengan inkumben. Mereka yang berada di barisan pemerintah akan lebih mudah menggunakan fasilitas kampus untuk kepentingan meraup dukungan.

Putusan MK di atas menyebabkan tempat pendidikan dan seluruh pihak yang ada di dalamnya semakin rentan dijadikan komoditas politik. Begitu pula Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu, Kaka Suminta, yang menilai putusan MK meningkatkan kerawanan pada prinsip netralitas penyelenggara negara di institusi pendidikan. 

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.