• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Gurita Narkoba Indonesia

Administrator  • 2024-05-06 04:07:49

Gurita Narkoba Indonesia Sumber: VOA

Indonesia menjadi surga sebaran narkoba Internasional. Pundi menggiurkan menjadikan Indonesia sebagai pasar murah dengan jumlah pengguna yang tinggi. Kejatan peredaran narkoba dirancang begitu rapih bahkan melibatkan unsur pihak keamanan seperti yang terjadi pada kasus Fredi Pratama alias Caassonova alias Mojopahit.

Selama sembilan tahun, polisi tak serius melacak keberadaan gembong narkoba Fredy Pratama. Menimbulkan syak wasangka. Polisi baru menerbitkan red notice untuk Fredy Pratama ke International Criminal Police Organization (Interpol) pada Juni 2023 meski mereka mendeteksi bandar narkoba Indonesia nomor wahid ini sejak 2014.

Selama sembilan tahun, polisi Indonesia tak serius melacak keberadaannya. Polisi baru meringkus ratusan kaki tangan Fredy yang mengedarkan narkoba secara masif.

Polisi Indonesia membongkar 400 kasus dengan 10 ton barang bukti narkoba yang diduga terhubung dengan Fredy Pratama. Menurut penelusuran polisi, jaringan narkoba Fredy juga berada di Malaysia dan Singapura. Di Indonesia, jaringan Fredy menyebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi.

Dengan jaringannya yang luas itu, Fredy Pratama dijuluki polisi sebagai “Escobar Indonesia”. Nama itu merujuk pada gembong narkoba Kolombia, Pablo Escobar (1949-1993). Escobar disebut sebagai penjahat paling kaya karena bisa mengumpulkan harta hingga US$ 70 miliar dari bisnis narkotik.

Fredy mungkin belum sehebat Escobar. Pablo menguasai pejabat-pejabat kunci di pemerintahan hingga presiden. Ia bahkan terpilih sebagai anggota parlemen pada 1982. Dengan kekuasaan itu, Escobar bisa aman mengendalikan kartel narkoba hingga tak pernah terbekuk oleh aparat keamanan, meski semua orang tahu bisnis haramnya.

Adapun Fredy baru terendus berkongsi dengan aparat penegak hukum. Penangkapan Komisaris Andri Gustami, Kepala Satuan Narkoba Kepolisian Resor Lampung, menunjukkan Fredy menguasai jaringan aparat penegak hukum yang berkaitan dengan narkoba untuk lolos dari jerat pidana. Menilik jaringan dan kelihaiannya berbisnis barang haram, bukan tak mungkin Fredy punya jaringan lain di kantor kepolisian di sekujur Indonesia, bahkan di markas pusat kepolisian.

Fredy lahir dan besar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 38 tahun lalu. Ia terdeteksi keluar pintu Imigrasi Indonesia pada 2014 menuju Thailand. Sejak saat itu, petugas Imigrasi tak pernah mendeteksi lagi Fredy masuk Indonesia, meski bukan tak mungkin ia kembali dengan identitas baru. Lagi pula, Thailand bukan negara yang susah ditembus.
Pemerintah Indonesia sudah lama memiliki kerja sama bilateral untuk mengejar pelaku kejahatan. Kedua negara ini pun anggota Interpol. Dengan status itu, semestinya polisi Indonesia bisa mengejar dan menangkap Fredy. Lambatnya pengusutan terhadap Fredy Pratama menimbulkan syak wasangka bahwa polisi Indonesia memang main-main dengannya.

Untuk menangkal praduga itu, tak ada pilihan bagi polisi Indonesia selain segera meringkusnya. Narkoba adalah kejahatan yang berlapis-lapis. Tak hanya merusak tubuh dan jiwa para korbannya, bisnis gelap ini juga melibatkan aktor negara dan korupsi. Freddy Budiman, bandar narkoba asal Surabaya yang dieksekusi mati pada 2016, berulang kali memproduksi narkoba dari penjara Cipinang.

Narkoba acap menjadi “bisnis” para penegak hukum. Jamak terdengar operasi palsu polisi dalam razia untuk memeras para korban yang mereka tuduh memiliki narkoba. Selain itu, polisi lebih senang menangkap para pengedar dan pengguna narkoba yang sesungguhnya lebih layak ditolong ketimbang dihukum. Polisi lebih senang memenjarakan pengguna ketimbang merehabilitasinya.

Sumber narkoba adalah para produsennya, seperti Freddy Budiman atau Fredy Pratama, yang bisa mengekspor atau mengimpor barang haram ini dari luar negeri. Kelambanan polisi menangkapnya membuat ia leluasa membangun jaringan narkoba di segala lini penegak hukum: dari penyidik, penuntut, hakim, hingga sipir penjara.

Maka, menangani gembong seperti Fredy memang tak cukup dengan hanya mengejarnya. Perlu perbaikan perspektif dalam menangani narkoba, reformasi hukum, hingga membangun integritas penegak hukum di segala lini. Tanpa tiga hal ini, Indonesia akan kembali berhadapan dengan Fredy-Fredy lainnya di masa mendatang.

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.