• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Cita-Cita Maritim Dunia Jokowi Kian Tipis

Administrator  • 2024-05-06 09:20:40

Cita-Cita Maritim Dunia Jokowi Kian Tipis Sumber: CNN Indonesia

VISI atau program Presiden Joko Widodo Global Maritime Fulcrum atau Poros Maritim Dunia dinilai melemah atau bahkan hilang. Demikian sinyalemen yang saya simak dari sebuah kolom sebuah surat kabar nasional beberapa waktu lalu. 

Dalam analisisnya, Ahmad Najib Burhani mengangkat topik visi tersebut. Menurutnya, program itu sudah melemah atau bahkan hilang. Sinyalemen yang disampaikan profesor riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu terhitung keras untuk ukuran aparatur sipil negara yang pada galibnya cenderung mendukung kebijakan pemerintah kendati ianya kurang efektif atau tidak berjalan di lapangan. 

Sejauh yang saya kenal, kami sama-sama menjadi pengurus PP Muhammadiyah periode sekarang dan sebelumnya, Najib memang orangnya tanpa tedeng aling-aling. Yang disampaikan oleh yang bersangkutan menarik untuk dikomentari dan diberi catatan pelengkap.

Tulisan ini merupakan respon atas kolom Najib. Ada beberapa komentar atau catatan pelengkap yang ingin disajikan dalam tulisan ini terkait tulisannya itu. 

Komentar awal, selain keras, Najib juga mengindikasikan dalam karangannya bahwa Poros Maritim Dunia sepertinya akan berakhir jika Presiden Joko Widodo selesai menjalankan tugasnya. 

Bila melihat dari kandidat presiden yang sudah muncul ke hadapan publik, indikasi ini ada benarnya. Mereka yang berjanji akan melanjutkan kebijakan atau program Jokowi misalnya, tidak kedengaran menarasikan akan meneruskan Poros Maritim Dunia. Semuanya berkomitmen meneruskan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) atau agenda lainnya. Kandidat yang mengusung perubahan sepenuhnya berbeda untuk semua hal tadi. 

Dalam artikelnya, Najib menyebut, menyitir tuduhan publik, bahwa isu maritim atau kemauan untuk mengembalikan Indonesia menjadi negara maritim hanyalah buzzword politik karena perhatian terhadapnya sudah melemah atau hilang. 

Saya mengikuti isu kemaritiman sudah lumayan lama, jauh sebelum Jokowi mengusung gagasan Poros Maritim Dunia saat mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2014. 

Sejatinya telah ada beberapa kebijakan yang berhubungan dengan bidang kemaritiman yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seperti Inpres No. 5 Tahun 2005 Tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. 

Tiga tahun setelahnya, disahkan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang isinya merupakan penyempurnaan dari apa yang diatur dalam Inpres No. 5.

Lalu, diterbitkan Perpres No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. 

Ketiga aturan yang dikeluarkan SBY itu sangat kental dengan dimensi maritim. Ambil contoh, penetapan hub port Kuala Tanjung di Sumatra Utara dan Bitung di Sulawesi Utara. Sebelumnya tidak ada hal seperti ini. 

Oleh empat perusahaan pelabuhan pelat merah yang ada saat itu – Pelindo I, II, III dan IV – kebijakan MP3EI ditindaklanjuti dengan meluncurkan pendulum nusantara. Secara konseptual, pendulum nusantara merupakan sebuah pola operasi kapal niaga domestik yang bergerak laksana pendulum yang mengayun dari barat dan timur. 

Kapal yang dioperasikan berkapasitas sekitar 5.000 twenty foot equivalent unit (TEU) dan dioperatori oleh pelayaran swasta lokal. Mereka menyinggahi pelabuhan utama yang dikelola oleh keempat Pelindo, masing-masing Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makassar, dengan teratur.

Selanjutnya kargo yang diangkut oleh kapal peti kemas tersebut akan distribusikan oleh kapal-kapal yang lebih kecil ukurannya, dalam hal ini armada pelayaran rakyat (Pelra), yang selama ini sudah merajut pulau-pulau tertinggal, terdepan dan terluar atau 3T. Semua ini dilakukan sesuai mekanisme pasar dan tanpa subsidi.

Ketika Jokowi meluncurkan gagasan Poros Maritim Dunia pada 2014 dalam kampanye kepresidennya, pendulum nusantara sedang dalam tahap akhir untuk diluncurkan. Hanya saja gaungnya mulai sayup terdengar akibat ditingkahi oleh pemberitaan yang masif seputar Poros Maritim Dunia. 

Ketika ide tol laut mulai dimunculkan, pendulum nusantara sudah tidak menjadi buah bibir, terutama di kalangan kemaritiman-pelayaran. Mereka ini menaruh harapan besar terhadap pendulum nusantara, kendati dengan sejumlah catatan kritis tentunya. 

Bagi pelayaran, konsep tersebut bisa memberi kepastian muatan bagi kapal dan pelayanan yang makin baik di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola Pelindo. Di samping itu, sebagaimana yang diatur dalam Inpres No. 5 Tahun 2005, akan ada kebijakan bunga rendah untuk industri pelayaran sehingga lengkaplah asa itu.

Begitu administrasi negara beralih kepada administratur yang baru, usai Pilpres 2014, pendulum nusantara berganti baju menjadi tol laut. Tol laut masuk ke dalam pilar infrastruktur dan konektivitas maritim. Ada pilar lainnya: budaya maritim, sumberdaya maritim, diplomasi maritim dan pertahanan maritim. Namun, tidak dapat dipungkiri tol laut merupakan pilar yang paling membentot perhatian karena terkait dengan perikehidupan bangsa di antara pilar yang lain.

Melalui tol laut dibangunlah kapal-kapal baru berkapasitas 100 TEU menggunakan APBN untuk mengisi trayek-trayek yang ditetapkan Kementerian Perhubungan. Ada seratusan kapal yang dipesan di berbagai galangan di Tanah Air untuk itu. Subsidi pun disediakan untuk mendukung layanan ini yang jumlahnya berkisar antara Rp300-400 miliar  per tahunnya. Hingga saat ini subsidi terus diberikan. 

Misi tol laut adalah untuk menekan disparitas harga antara Indonesia barat dan Indonesia timur yang dinilai jomplang. Pemerintah mengklaim target itu tercapai walaupun pada beberapa trayek/daerah masih terjadi perbedaan harga. 

Secara teori, ambisi ini boleh dibilang berani karena porsi biaya pengangkutan (pengapalan) hanyalah 20% dalam pembentukan harga. Sisa 80% mencakup biaya pergudangan, truk dan lain sebagainya yang tidak mendapat subsidi sama sekali.

Bila dikatakan isu maritim atau kemauan untuk mengembalikan Indonesia menjadi negara maritim hanyalah buzzword politik karena perhatian terhadapnya sudah melemah atau hilang, di tol lautlah tuduhan itu paling tepat dialamatkan. Karena ia begitu dekat dengan urusan perut masyarakat kita. Pilar yang lain terasa amat jauh dari kesadaran publik kendati bisa jadi mereka membukukan cerita sukses. Najib menyebutkan beberapa hasil dalam tulisannya terkait hal ini. Namun tidak banyak gunanya menurut saya.

Namanya tuduhan belum tentu benar tetapi juga tidak sepenuhnya salah. Dan, saya meyakini Poros Maritim Dunia memang sudah melemah bahkan hilang. Good by Global Maritime Fulcrum..

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.