• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Apa Iya Boikot Produk Israel Efektif?

Administrator  • 2024-05-07 02:07:12

Apa Iya Boikot Produk Israel Efektif? Sumber: Inilah.com

Gelombang kritik atas tindakan Israel melakukan penyerangan atas Gaza telah memicu gelombang ekonomi yang cukup serius. Boikot atas prodak Israel mulai muncul di berbagai dunia, sasaran utamanya ialah memutus income ekonomi bagi negara Zionis itu.

Sebagai contoh, restoran makanan cepat saji McDonald’s, kedai kopi Starbucks, dan Unilever menjadi tiga perusahaan ternama yang terkena imbas. Ketiganya masuk dalam daftar boikot yang tersebar di berbagai platform media sosial, termasuk di Indonesia. Masyarakat yang gencar mengampanyekan aksi boikot menilai ketiga produk cenderung mendukung Israel dan tak langsung turut berpartisipasi dalam serangan di Gaza selama ini.

Masyarakat yang ikut melakukan aksi boikot memandang, itulah tindakan nyata dalam usaha menghentikan serangan Israel ke Gaza. Mereka percaya boikot dapat memutus atau setidaknya menghambat pendapatan perusahaan-perusahaan itu dan berimbas pada sokongan dana terhadap Israel.

Pertanyaannya, apakah benar sokongan dana dari perusahaan-perusahaan itu mengalir untuk kepentingan militer Israel? Apabila ditelusuri lebih dalam, aliran dana yang jauh lebih besar didapat oleh Israel dari pinjaman luar negeri, penjualan migas, hingga transaksi perangkat lunak untuk gawai.

Meski demikian, aksi yang menyasar Israel dengan memboikot sejumlah perusahaan yang dinilai mendukungnya sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Pada 1949, Liga Negara-negara Arab, yang terdiri dari 22 negara anggota, memboikot produk Israel guna mengisolasinya secara ekonomi. Langkah itu juga bertujuan mencegah perluasan wilayah Israel yang akan mengancam kedudukan Palestina. Alih-alih mencapai sasaran, aksi hanya berdampak pada upaya gencatan senjata di wilayah Gaza. 

Pada Juli 2005, muncul gerakan sosial bernama Boycott, Divestment and Sanctions/BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi). Seturut namanya, aksi boikot ini tak hanya mengacu pada produk barang atau jasa, tetapi juga ke ranah budaya Israel. BDS bertujuan menekan Israel dari segi ekonomi, budaya, dan politik.

BDS diprakarsai Komite Nasional BDS Palestina (The Palestinian BDS National Committee) atau BNC yang mengatasnamakan masyarakat umum (civil society). BNC mengklaim telah mendapatkan konsensus masyarakat untuk mengadvokasi tiga hal, yakni pengungsi di pengasingan, warga Palestina di bawah pendudukan di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta warga Palestina yang didiskriminasi di wilayah Israel.

Lambat laun, gerakan sosial BDS menyebar dan menarik simpati beragam pihak dari sejumlah negara. Pada konflik Israel-Palestina kali ini, para aktivis BDS dari sejumlah negara kembali menghidupkan kampanye aksi boikot melalui kanal-kanal media sosial.
Problem boikot

Aksi boikot sebagai gerakan sosial mendapat penilaian berbeda dari sejumlah pihak. Di satu sisi, para aktivis BDS mengklaim bahwa cara ini efektif dan memberikan sumbangsih nyata. Di sisi lain, aksi boikot ini juga dipandang sebatas tren di masyarakat dan belum terbukti dapat melumpuhkan pihak yang ditarget, baik dari segi ekonomi, budaya, maupun politik.

Di luar Israel, Rusia pernah menjadi sasaran boikot masyarakat dunia setelah menyerang Ukraina. Beberapa minimarket di sejumlah negara bagian Amerika Serikat memasang imbauan larangan menjual produk-produk Rusia. Di ranah olahraga, Rusia batal menjadi tuan rumah kejuaraan Formula 1 Grand Prix 2022. Tim nasional sepak bola Rusia juga didiskualifikasi pada Piala Dunia 2022 dari FIFA.

Di bidang ekonomi, Pemerintah Inggris, Uni Eropa, dan Amerika Serikat menjatuhkan sanksi berat dan penyitaan aset terhadap para pengusaha superkaya Rusia. Negara-negara Barat bahkan mengeluarkan bank-bank besar Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT, membatasi ekspor teknologi tinggi ke Rusia, dan membatasi penggunaan cadangan mata uang asing Moskwa.

Diskursus terkait efektif atau tidaknya boikot sebagai gerakan sosial sudah lama dibahas dan tetap relevan dengan konteks saat ini. Berdasarkan sejumlah jurnal penelitian termutakhir, aksi boikot dinilai efektif jika ranah lingkupnya dalam ruang ekonomi. Dalam hal ini, relasi antara konsumen dan produsen.

Kesimpulan itu ditemukan dalam jurnal berjudul ”Politics at the Mall: The Moral Foundations of Boycotts” (2019) yang ditulis oleh Daniel Fernandes, profesor pemasaran di Universidade Catolica Portuguesa, Portugal. Dengan menganalisis sejumlah aksi boikot yang terjadi pada 1970 hingga 2000 dan survei publik, Fernandes mencoba menggali aspek moral dan ideologi para pelaku atau aktivis boikot dan masyarakat yang memilih tidak ikut serta aksi boikot.

Fernandes menegaskan bahwa aksi boikot lebih efektif diterapkan pada konteks ekonomi, yakni relasi antara konsumen dan produsen. Misalnya, aksi boikot pada 2017, yakni ketika pendukung Donald Trump memboikot produk-produk Nike karena perusahaan tersebut menggandeng atlet NFL, Colin Kaepernick, yang menyelipkan kampanye kesetaraan kulit hitam dalam iklan Nike.

Setahun sebelumnya, Colin Kaepernick dipecat oleh timnya karena melayangkan protes sebelum pertandingan dimulai. Ia menolak berdiri dan justru berlutut saat lagu kebangsaan AS dilantunkan. Gestur itu ia lakukan sebagai bentuk protes kebrutalan polisi terhadap orang Afrika-Amerika.

Menurut Fernandes, aksi boikot tersebut memiliki dampak signifikan terhadap penjualan produk Nike di AS sepanjang 2017. Selain itu, ia menyimpulkan bahwa kampanye aksi boikot akan mudah menular bergantung pada ideologi masyarakat di suatu wilayah.

Semakin konservatif masyarakat di suatu daerah, ajakan aksi boikot akan lebih cepat tersebar dan mendapatkan banyak dukungan. Sebaliknya, makin liberal masyarakatnya, aksi boikot lebih sulit mendapatkan pengikut. Fernandes menilai, aksi boikot cenderung muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap adanya nilai-nilai baru.
Sasaran boikot

Jurnalis senior dari The Guardian, Bruce Watson, mengeluarkan analisis serupa pada 2015. Ia melihat aksi-aksi boikot yang berbasis relasi konsumen-produsen cenderung lebih berhasil dibandingkan masyarakat ke suatu negara atau lingkup ekonomi global yang lebih luas. Penyebabnya, boikot konsumen terhadap suatu produk berdampak langsung pada pendapatan, rantai bisnis, hingga pekerja perusahaan yang diboikot.

Meski demikian, Watson melihat diperlukan intensi khusus bagi para aktivis aksi boikot. Di balik aksi boikot yang disuarakan, sasaran mereka bukan semata untuk membuat perusahaan tersebut bangkrut, melainkan untuk mengubah opini publik terhadap suatu isu. Berdasarkan analisisnya, perusahaan-perusahaan besar yang pernah terkena imbas aksi boikot, di atas kertas dapat menstabilkan kondisi keuangan perusahaan di tahun berikutnya.

Aksi boikot mudah jatuh pada sebatas tren sesaat jika sasarannya terlalu luas atau besar. Sebagai gerakan sosial, keberhasilan aksi boikot bergantung pada sasaran yang jelas, intensitas, dan konsistensi.

Tanpa fokus tujuan, alih-alih mengekspresikan bentuk dukungan, aksi boikot justru dapat merugikan sesama warga negara, misalnya para pekerja di perusahaan yang produknya dijadikan target boikot.

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.