• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Lelaki itu Bernama Karyo

Administrator  • 2024-05-06 12:50:08

Lelaki itu Bernama Karyo Sumber: Tribune Jogya

Saat fajar hampir menampakkan sinarnya, saat ayam satu-persatu mulai berkokok Karyo bangun dari tidurnya. Suara adzan dari masjid sebelah terdengar jelas dari sela-sela gubuknya. Karyo bangun dari tempat tidurnya sambil menggeliatkan tubuhnya. Karyo adalah pendatang di Jakarta, ia adalah pendatang dari tegal jawa tengah, yang ikut mengais rejeki di ibukota Jakarta. Sehabis mandi dan sholat subuh Karyo mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lusuh, dia bekerja sebagai kuli panggul di pasar Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Dulu, ketika Karyo masih tinggal bersama ibunya di sebuah desa kecil di kabupaten Tegal, Jawa Tengah, dia paling suka saat bermain bola bersama teman-temannya di sebuah lapangan kecil yang ada di desanya. Di kampungnya saat itu Karyo dikenal sangat lihai memainkan bola terutama diposisi penyerang. Setelah matahari terbenam di ufuk barat karyo dan teman-temannya menyudahi permainan bolanya. Sesampainya di rumah seperti biasa Karyo langsung mandi dan mengambil wudhu’ lalu bergegas pergi ke masjid untuk sholat magrib berjemaah. Setelah shalat magrib Karyo tidak langsung pulang kerumah, karena biasanya sehabis magrib dia menghabiskan waktunya untuk ngaji dan berdzikir. Tidak terasa adzan isha’pun dikumandangkan oleh ta’mir masjid, beberapa menit kemudian sholat berjemaahpun dimulai. Sesudah sholat isha’ Karyo pulang kerumah untuk membantu ibunya membuat nasi uduk untuk dijual keesokan harinya. Itulah sedikit kisah karyo saat masih di kampungnya.

Karyo merautau ke Jakarta karena diajak oleh ayahnya yang juga bekerja sebagai kuli panggul di pasar yang sama. Penghasilan yang Karyo dapatkan hanya cukup untuk mengisi perutnya, jangankan mengirim untuk kebutuhan ibunya yang ada di Tegal sana. Padahal dalam hatinya yang terdalam dia ingin sekali membahagian kedua orang tuanya, pergi haji bersama-sama, itulah keinginan terbesar yang ada dalam benak Karyo sekarang. 

“Karyo!” Ayahnya memanggil yang tak disangka-sangka sudah ada di hadapannya. 
“Iya bapak” jawab Karyo.
“Ayo kita berangkat sekarang, udah jam setengah enam” kata bapaknya sambil melihat jam yang ada di dinding.

Setelah itu karyo dan bapaknya bersama-sama pergi ke pasar dengan berjalan kaki, sesampainya di pasar Karyo dan bapaknya duduk di warung kopi mas Udin yang berada tepat di pinngir pintu masuk utama pasar Pondok Labu.

“Mas Udin!” Karyo memanggil mas Udin yang ada dalam warungnya.

“Oh.. kamu yo! ngopi ya?” kata mas Udin menjawab panggilan Karyo.

“Ia mas, biasa kopi item untuk bapak, dan kopi susu untuk saya” jawab Karyo.

Warung mas Udin memang jadi langganan Karyo dan bapaknya setiap hari untuk ngopi sambil menunggu barang datang. 

Setelah menunggu selama setengah jam akhirnya truk pengangkut beraspun datang, yang nantinya akan menggunakan jasa kuli panggul seperti Karyo dan bapaknya. Bukan hanya Karyo dan bapaknya yang bekerja sebagai kuli panggul di pasar itu, tapi ada juga beberapa orang yang juga bekerja sama seperti Karyo, menjadi kuli panggul. Pada saat truk pengangkut beras sudah berhenti di depan pasar, Karyo dan bapaknya bergegas menghampiri truk tersebut. Tak berselang lama sang pemilik toko beraspun datang, dia adalah keturunan Cina, yang biasa di panggil tuan Lee.

“Hei kalian semua, cepat angkut beras dalam truk ini” dengan logat cinanya tuan Lee memanggil Karyo, bapak, juga teman-temannya yang sama-sama berprofesi sebagai kuli panggul, yang semuanya berjumlah lima orang.

Tanpa basa-basipun Karyo, bapak, juga teman-temannya langsung mengangkut beras yang ada di atas truk itu, bapak Karyo bertugas diatas truk sebagai pengambil karung berisi beras  untuk dipanggulkan pada punggung para kuli panggul lainnya. Setelah bekerja selama tiga jam lebih, Karyo, bapak, juga teman-temannya selesai melakukan pekerjaan tersebut, dan sekarang mereka hanya tinggal menunggu upah dari tuan Lee.

“Karyo kesini” tuan Lee memanggil Karyo.

“Ia tuan Lee” jawab Karyo.

"Ini gaji kalian untuk hari ini” kata tuan Lee, sambil menyodorkan uang pada Karyo sebesar 125.000 rupiah, yang nantinya akan dibagi lima untuk bapak dan teman-temannya yang masing-masing mendapatkan 25.000 rupiah.

“Terima kasih tuan Lee” jawab Karyo.

“Ia sama-sama” tuan Lee jawab membalas.

Setelah membagikan gaji pada bapak juga teman-temannya, Karyo duduk kembali di depan warung mas Udin. Sambil ngopi ditemani panasnya udara siang hari Karyo berharap akan datang lagi truk pengangkut barang masuk kepasar yang nantinya akan membutuhkan jasanya, dan untuk menambah penghasilannya untuk hari ini. Tiba-tiba salah satu teman Karyo yang bernama Emon yang juga berprofesi sebagai kuli panggul datang menghampiri Karyo dengan nafas tersengal-sengal dan keringat bercucuran dari tubuhnya. Emon juga pendatang di Jakarta, dia berasal dari Kediri, Jawa Tmur.

“Ada apa Mon! kok kamu sampai keringetan kayak gitu” Tanya Karyo dengan muka terheran-heran.

“Ada seorang laki-laki setengah baya tergeletak, di belakang pasar deket kali Yo! Kayaknya abis dirampok terus dipukuli sampai bonyok!” jawab Emon dengan nafas yang masih tersengal-sengal.

Karyo beranjak pergi, tapi Emon dengan cepat memegang lengannya.

“Kamu tidak ingin lihat tuh orang!” kata Emon kembali, dengan tangan masih memegang lengan Karyo. 

“Enggak ah! males aku ngrusin orang kayak gituan lagi!” kata Karyo.

“Tapi orang itu sekarang dalam keadaan sekarat Yo!, dan aku nggak tahu harus gimana lagi, makanya aku minta tolong sama kamu” kata Emon dengan muka memelas.

“Tapi kenapa harus aku?” Tanya Karyo.

“Karena aku lebih percaya kamu Yo!” jawab Emon. “Gini-gini walaupun kita orang susah, kuli panggul, atau apalah, kita masih punya hati nurani, dan kamu tahu itu!”. Tambah Emon lagi.

Karyo termenung sejenak. Ia harus memilih terus bekerja, atau menolong orang tersebut, sementara penghasilannya saat ini masih sedikit.

“Udah ayo kesana! Nggak usah mikir!” desak Emon sambil menarik lengan Karyo.

Setelah berpikir sejenak, Karyopun menuruti kemauan Emon. Di belakang pasar deket kali yang mengeluarkan bau tak sedap, Emon mengajak Karyo melihat orang yang sekarat tersebut.

“Bawa aja ke rumah sakit yuk!” Emon menyarankan pada Karyo.

“Apa!  kerumah sakit! Dasar bego’! kalau ke rumah sakit dari mana kita duitnya?” kata Karyo dengan nada agak tinggi. Sementara laki-laki yang tergeletak tersebut mengerang kesakitan.

“Terus kita harus bagaimana?” Tanya Emon.

Karyo berpikir lagi.

“Ya udah, bawa ke rumahku aja” kata Karyo.

“Entar kalau ketahuan bapakmu gimana?” Tanya Emon.

“Soal bapak mah gampang biar aku yang ngurus! Ayo cepetan bawa!” jawab Karyo.

Setelah itu mereka membawa orang tersebut kerumah Karyo. sesampainya dirumah Karyo, orang itupun direbahkan dikasur Karyo.

“Mon, ambilkan baskom isi air bersih dibelakang, sekalian handuk kecil di deket pintu kamar bapakku” perintah Karyo kepada Emon. Setelah itu Karyo membersihkan luka laki-laki setengah baya tersebut. Setelah itu Karyo menyuruh Emon membelikan obat kepasar untuk mengobati orang tersebut.

“Mon, sana beli obat luka dan anti infeksi kepasar ” suruh Karyo kepada Emon, sambil menyodorkan uang 20.000 rupiah.

Setelah menunggu sekitar setengah jam Emonpun datang dengan plastik berisi obat-obatan didalamnya. Karyopun mengobati orang tersebut dengan hati-hati. Setelah menunggu selama satu jam orang tersebut ternyata belum sadar-sadar juga, Emon pun pamitan pada Karyo untuk pulang.

“Yo, aku pulang dulu ya” kata Emon.

“Ya udah sana, tapi kamu jangan bilang siapa-siapa ya, kalau aku nyembunyiin orang disini” pesan Karyo kepada Emon.

“Ebggak bakalan, tenang aja” Jawab Emon.
Setelah Emon pergi bapak Karyo pun datang, dia terkejut melihat orang penuh luka di kasur anaknya. Dia pun memanggil Karyo.

“Karyo..! cepat kesini” panggil bapak Karyo dengan nada tinggi.

“Iya pak! Ada apa!” Karyo menghampiri bapaknya.

“Siapa ni orang?” Tanya bapak Karyo.

“Tadi saya menemukan orang ini dibelakang pasar deket kali” Karyopun menjelaskan kepada bapaknya mengapa orang tersebut bisa berada di rumahnya. Akhirnya bapak Karyo mau mengerti terhadap ketulusan hati anaknya itu menolong orang tersebut. Keesokan harinya orang tersebut sadar dengan sedikit mengerang kesakitan.

“Aaarrrrkkkk…” orang tersebut mengerang. 

“Pak… jangan banyak gerak dulu… luka bapak masih belum sembuh total” kata Karyo. 

“Kamu siapa? Dan aku dimana sekarang?” orang tersebut bertanya pasa Karyo.

“Aku Karyo pak, bapak dirumah saya sekarang, kemarin aku menemukan bapak tergeletak dipinggir kali deket pasar” Karyo menjelaskan.
Akhirnya Karyo dan orang tersebut ngobrol banyak, keesokan harinya Karyo diajak kerumahnya. Dan tak disangka-sangka sebelumnya oleh Karyo, ternyata rumah orang tersebut besar dan megah bak istana sekaligus pemilik salah satu perusahaan besar di Jakarta.

Karyopun dikasih sebuah lembaran cek bernilai ratusan juta rupiah oleh orang tersebut sebagai tanda terima kasihya yang dengan tulus menolongnya. Karyo pulang dengan perasaan sangat senang dari rumah tersebut. Dengan ketulusan hatinya menolong orang, akhirnya Karyo dapat membawa kedua orang tuanya untuk naik haji.
 

Penulis:

Firdaus

(Mahasiwa Sastra Inggri UIN Jakarta)

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.