• Subscribe
  • Email
    • Gmail
    • Yahoo
  • lorem ipsum

Harap Cemas Kecerdasan Buatan

Administrator  • 2024-05-05 22:55:25

Harap Cemas Kecerdasan Buatan Sumber: Provio Teknova

Kecerdasan buatan atas dikenal dengan Artificial Intelligence (AI) ramai jadi bahan permbincangan, mulai dari pengguna media sosial hingga pemerhati sosial. Tak ayal perubahan memang lebih abadi dari prediksi. Di masa depan, AI mengambil peran yang signifikan. Hadirnya AI sangat dibutuhkan namun dicemaskan, bagaimana tidak dengan populasi manusia yang kian meningkat tiap tahunnya sejumlah pekerjaan harus hilang dan belum bisa diperbaharui kembali.

Bayangkan, pada tahun 2030 mendatang sebanyak 23 juta orang terancam kehilangan pekerjaan akibat terurai secara mekanis dengan penerapan AI. Semua serba tidak pasti, di sisi lain pelaku usaha masih diminta untuk melakukan invetasi pada pengembangan kualitas tenaga kerja manusia.

Apa yang diakibatkan oleh AI sejatinya sudah nampak sejak tahun 2017. Kelompok buruh adalah lapisan pekerja yang terdampak dari AI ini. Kecerdasan buatan memang lebih diterima oleh pemilik modal karena bisa memangkas pengeluaran mereka. Mesin dianggap lebih efisien dan memiliki produktifitas yang dapat terus di-up grade.

Terdapat spesifikasi model pekerjaan yang masih berpeluang ada di masa depan. Sebagai contoh, pekerjaan rutin yang terstandardisasi adalah pengolah data, data entry, dan pengetikan. Berikutnya, pekerjaan yang dapat dilakukan dengan bantuan teknologi adalah pekerjaan perbankan, asuransi, dan pengelolaan keuangan. Pekerjaan yang sifatnya berulang-ulang, antara lain, pekerjaan seperti pembungkusan, pengiriman, dan pemrosesan pesanan.

Kecemasan pada AI cukup beralasan mengingat dampaknya cukup serius karena pada tahap tertentu semua akan jadi mekanis. Walaupun pada jenis pekerjaan yang memiliki resiko tinggi seperti pertambangan, konstruksi, atau pengangkutan tidak mudah diserahkan pada kecerdasan buatan. Kemunculan AI setidaknya mempertegas bentuk kehidupan sosial generasi saat ini menganggapnya sebagai sesuatu yang harus mereka pelajari dan jalankan. Keraguan justru muncul saat AI sudah diterapkan di saat beberapa mutu pendidikan dan literasi kita tidak sebaik Negara maju.

Banyak pekerja yang belum siap menghadapi transformasi digital dalam industri 4.0 lantaran tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya pelatihan dan pengembangan keterampilan, keterbatasan akses terhadap teknologi, serta ketidakpastian kondisi pasar tenaga kerja.

Etika

Komputasi dalam semua sektor nyatanya masih sangat diperlukan. Bidang pelayanan publik kian waktu sudah mulai diterapkan merata di kantor kelurahan, mereka yang takut akan kecerdasan buatan melihat itu sebagai satu kondisi pengambilalihan tindakan manusia ke benda mati. Ada dugaan kecerdasan buatan sebagai jalan pada pengurangan gerak manusia dan menumbuhkan sifat malas-malasan.

Bahkan sejumlah tokoh global meminta agar peluncuran dan pengembangan kecerdasan buatan (AI) seri berikutnya, secara khusus menyebut Chat GPT4, ditunda untuk sementara. Ia mengatakan, pengembangan kecerdasan buatan terlalu cepat dipastikan akan merugikan manusia sendiri dan bahkan bisa menghentikan sisi kemanusiaan, yaitu kemampuan berpikir. Semua menjadi bergantung pada AI.

Wajar jika Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mendorong dan mengingatkan semua pemerintah untuk mengadopsi kerangka kerja etis untuk penggunaan kecerdasan buatan. Permintaan ini datang sehari setelah penerbitan petisi yang ditandatangani oleh tokoh-tokoh teknis yang menuntut penghentian pengembangan teknologi kecerdasan buatan. 

Lembaga seperti The Future of Life Institute, yang menjadi wadah pemikir salah satu yang mengajukan permintaan penundaan, mengatakan mengutip 12 studi oleh para ahli termasuk peneliti universitas dan mantan karyawan OpenAI, Google dan anak perusahaannya DeepMind. Berdasarkan hasil investigasi tersebut, pihak agensi meminta agar peluncuran GPT-4 Chat ditunda.

Argumen mereka termasuk fakta bahwa sistem AI yang bersaing secara cerdas dapat menimbulkan ancaman serius bagi masyarakat dan kemanusiaan. Sebagaimana dinyatakan dalam prinsip AI Asilomar yang diterima secara luas, AI tingkat lanjut dapat mewakili perubahan besar dalam sejarah kehidupan di Bumi dan harus direncanakan serta dikelola dengan perawatan dan sumber daya yang wajar.

Sayangnya, tingkat perencanaan dan kontrol ini tidak terjadi, meskipun selama beberapa bulan terakhir berbagai laboratorium AI perusahaan telah terkunci dalam perlombaan yang tak terkendali untuk merancang dan mengimplementasikan pikiran digital yang semakin kuat yang tidak dapat dipahami oleh siapa pun, bahkan penciptanya.

Sistem kecerdasan buatan modern bersaing dengan manusia dalam hal tugas umum. Kita harus bertanya pada diri sendiri, haruskah kita mengotomatiskan setiap pekerjaan? Haruskah kita mengembangkan pikiran non-manusia yang pada akhirnya bisa melebihi jumlah, mengakali, hidup lebih lama dan menggantikan kita? Haruskah kita mengambil risiko kehilangan kendali atas peradaban kita? Keputusan tersebut tidak boleh didelegasikan kepada mesin yang tidak tepat. Sistem kecerdasan buatan yang kuat harus dikembangkan hanya jika kita yakin bahwa efeknya akan positif dan risikonya dapat dikelola. Keyakinan ini harus beralasan dan tumbuh dengan skala potensi akibat dampak AI. Siapkah kita?

View reactions (729)
Add Comment
2 Comments
  • @russel


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.
  • @carlf


    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Ea, iusto, maxime, ullam autem a voluptate rem quos repudiandae.